Etika Dalam Menjadi Konten Kreator – Generasi baru kini sangat ramah terhadap dunia maya atau media sosial. Aktivitas sehari-hari masyarakat kini beralih ke penggunaan media sosial untuk berkomunikasi dan memenuhi berbagai kepentingan. Tidak mengherankan jika fokus komunikasi massa saat ini bertumpu pada media sosial sebagai fasilitator.
Etika Dalam Menjadi Konten Kreator
elcontentcurator – Hal ini sejalan dengan laporan We Are Social yang menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia sudah mahir menggunakan media sosial. Dari total penduduk Indonesia yang berjumlah 272,1 juta jiwa, 175,4 juta jiwa sudah menggunakan Internet. Dari pengguna internet tersebut, sebanyak 160 juta orang aktif menggunakan media sosial. Media sosial yang banyak digunakan di Indonesia yaitu YouTube menyumbang 88% populasi, WhatsApp 84%, Facebook 82%, dan Instagram 79%. Maka tak heran jika pasar bahkan industri kreatif beralih ke media sosial sebagai wahana akuisisi pelanggan.
Kemudahan akses media sosial tidak bisa dipungkiri lagi oleh anak-anak sekolah dasar saat ini. Setidaknya, gangguan media sosial cukup menghambat produktivitas banyak orang jika mereka hanya menggunakan media sosial untuk mengonsumsi konten orang lain. Faktanya, media sosial dapat menimbulkan ancaman terhadap keamanan informasi pribadi kita. Meski begitu, banyak terjadi kasus pengungkapan data pribadi di berbagai media sosial yang tentunya dapat mempengaruhi privasi penggunanya.
Tetapi bagaimana jika kegunaan suatu konten membuat seolah-olah banyak pembuat konten yang sekadar membuat konten tidak layak untuk dikonsumsi, misalnya konten yang berbau SARA? Tentunya sebagai kreator konten kita harus memiliki tangan yang cerdas dalam mengupload konten ke media sosial. Bayangkan jika hal terkecil sekalipun yang kita unggah ke media sosial menghasilkan interaksi dengan orang lain. Jika masukan orang lain negatif, kita perlu meninjau dan memverifikasi ulang bahwa konten yang kita buat konsisten dengan nilai dan standar yang berlaku di masyarakat atau tidak.
Penggunaan media sosial dalam konten memungkinkan pembuat konten sering lupa betapa etisnya untuk tidak terlalu leluasa mengeluarkan pernyataan yang mungkin menyinggung perasaan orang lain atau kelompok tertentu. Oleh karena itu, etika komunikasi di media sosial perlu diperhatikan.
1. Menghargai seseorang sebagai orang tanpa memandang usia, status, atau hubungan dengan pembicara
2. Menghargai ide, perasaan, niat, dan integritas orang lain
3. Toleransi, objektivitas, dan keterbukaan mindedness menumbuhkan kebebasan berekspresi
4. Menghargai bukti dan pertimbangan rasional terhadap berbagai alternatif, dan
5. Pertama mendengarkan dengan penuh perhatian dan penuh perhatian sebelum menyatakan setuju atau tidak setuju.
Serangan hacker dapat terjadi di semua media sosial, sangat membahayakan keamanan data pribadi kita. Selain itu, banyak kejahatan saat ini berasal dari informasi yang dilihat seseorang di media sosialnya. Saat ini orang lain bisa mengetahui keberadaan kita, bersama siapa dan apa yang kita miliki jika kita mengunggahnya. Oleh karena itu, sangat penting untuk melindungi data pribadi kita agar tidak mengarah pada kegiatan kriminal atau masalah sosial.
Menjadi konten kreator juga harus memahami tentang pasal-pasal Etika Dalam Menjadi Konten Kreator. Kode etik jurnalistik merupakan bentuk kebebasan berekspresi yang diberikan negara kepada pers. Tanggung jawab sosial yang dimaksud dalam kode etik jurnalistik adalah pers harus menghormati hak asasi manusia semua orang dan bertanggung jawab atas informasi yang disampaikan kepada publik. Kode etik jurnalistik ditetapkan oleh Dewan Pers melalui Keputusan Dewan Pers nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008 sehubungan dengan pengesahan Keputusan Dewan Pers nomor 03 /. SK-DP /III/2006 tentang Kode Etik Jurnalistik sebagai Keputusan Dewan Pers. Berikut adalah isi pasal tersebut:
-Pasal 1. Jurnalis Indonesia bertindak independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk .
-Pasal 2. Wartawan Indonesia wajib menggunakan cara-cara profesional dalam menjalankan tugas jurnalistiknya.
-Pasal 3 Wartawan Indonesia selalu memeriksa informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan pendapat yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
-Pasal 4. Wartawan Indonesia tidak boleh memproduksi berita bohong, memfitnah, sadis, dan tidak senonoh.
-Pasal 5. Wartawan Indonesia tidak menyebutkan atau mempublikasikan identitas korban kejahatan asusila, dan juga tidak menyebutkan identitas pelaku anak.
-Pasal 6. Jurnalis Indonesia tidak boleh menyalahgunakan profesinya atau menerima suap.
-Pasal 7. Wartawan Indonesia berhak menolak perlindungan narasumber yang tidak ingin identitas atau keberadaannya diungkapkan, dengan syarat embargo dan informasi latar belakang, serta secara tidak resmi sesuai dengan perjanjian.
-Pasal 8 Wartawan Indonesia tidak boleh menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap siapa pun atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa, serta tidak boleh merendahkan martabat orang-orang tersebut, kelompok rentan. , Orang miskin, orang sakit, orang cacat mental atau fisik.
-Pasal 9 Jurnalis Indonesia menghormati hak narasumber yang berkaitan dengan kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan umum.
-Pasal 10. Wartawan Indonesia wajib menarik, mengoreksi, dan meralat berita yang salah dan tidak akurat tanpa penundaan yang tidak semestinya, disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, atau pemirsa.
-Pasal 11. Wartawan Indonesia mempunyai hak jawab dan hak ralat secara proporsional. Kode etik jurnalistik dinilai oleh Dewan Pers. Dengan demikian, sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dijatuhkan oleh organisasi perusahaan pers atau organisasi jurnalis.
Konten Kreator
Etika Pembuatan Konten Yang Harus Dipatuhi YouTuber
Sekarang platform YouTube hadir sebagai sarana penyalur bakat, aspirasi, dan opini, dan mungkin hanya sekedar sarana menghibur netizen, terkadang masih banyak YouTuber yang belum mengetahui, bagaimana bagusnya konten diproduksi. Berikut adalah beberapa prinsip etika yang harus dipatuhi oleh seorang youtuber.
1. Membuat konten boleh saja asalkan tidak mencemarkan nama baik orang lain
Pasal 45(3) UU ITE mengatur hal ini permasalahan ancaman pidana, yaitu: “Siapa dengan sengaja dan tanpa izin informasi elektronik dan/atau dokumen IT yang mengandung penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3), menyebarkan dan /atau mentransmisikan dan/atau menyediakan diancam dengan pidana penjara paling lama empat (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
2. Mengekspos keburukan beberapa merek hanya untuk mendapatkan konten viral
Faktanya, tidak ada yang menghalangi seorang YouTuber untuk membuat konten yang membahas keburukan Get a tandai Tandai atau tempatkan suatu kegiatan. Namun alangkah baiknya jika hal tersebut tidak terjadi dan dipilih topik diskusi yang berbeda. Yang sepertinya sedang viral saat ini adalah pembuatan konten “Pergi ke salon terburuk di daerah/kota”. Konten seperti itu tidak hanya dibuat di Indonesia oleh YouTuber luar negeri. Namun, memposting video yang mengklaim layanan buruk tanpa izin dari pemilik bisnis adalah tindakan yang salah. Ini seperti melepaskan usaha mereka. Jika Anda memang tidak menginginkannya dan tidak merasa nyaman berada di sana, maka jangan lakukan itu.
3. Vandalisme video, vandalisme dan hal-hal lain yang kontroversial bagi banyak orang
Setidaknya, meski tidak menginspirasi, membuat jengkel, atau mempermalukan orang lain saat mereka melihatnya.Hal ini juga berlaku bagi anak muda yang suka membuat video yang kemudian diposting di media sosial. Sebagai contoh aksi sekelompok pelajar yang bergulat dengan isi supermarket, menghancurkan mie, dan berkeliaran di kuburan, sama sekali tidak masuk akal jika dilakukan. Padahal, melakukan hal tersebut – lalu meminta maaf – adalah tindakan bodoh yang akan membuat banyak orang marah pada Anda.